Selasa, 03 November 2009

Perkembangan Koperasi Di Indonesia

| | 1 komentar

Pertumbuhan koperasi d Indonesia dimulai sejak tahun 1896. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan fokus kepada kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda – beda dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesi menekankn pada kegiatan penyediaan barang – barang untuk keperluan produksi.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwoketo (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan pinjam. Untuk memodali koperasi simpan pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bawa hal itu tidak boleh, maka uang kas mesjid dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R.Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De wolft Van Westerrode asisten Residen wilayah PuRwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dpelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffesien (koperasi simpanpinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delizsch (koperai simpanpinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti mulailah ia mengembangkan koperasi simpanpinjam sebagaimana telah dirintis oleh R.Aria Wiriatmadja. Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpanpinjam lubung dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Dalam era globalisasi dan modern seperti sekarang ini mau tidak mau koperasi harus betahan dan berusaha lebih kreatif lagi dalam membangun usaha (bisnis). Usaha perkembangan koperassi bisa lebih dikembangkan dalam beberapa hal berikut.
1. Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan nilai dan prinsip koperasi. Beda dengan usaha – usaha lainnya koperasi mempunyai nilai – nilai dan prinsip yang tidak terdapat dalam organisasi lain, yaitu keterbukaan, demokrasi, parisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan & kepedulian pada masyarakat merupakan pilar utama perkembangan keberadaan koperasi tetapi di era globalisasi seperti ini tampaknya akan sedikit sulit untuk memahami nilai – nilai tersebut.

2. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang. Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingungan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura : bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantipasi berbagai permasalahan tersebut. Maka itu setidaknya pemerintah daerah mendatangkan tenaga ahli atau professional untuk melakukan penyuluhan yang berhubungan dengan masalah koperasi daerah tersebut. Agar daerah terpencil juga tidak ketinggalan informasi dan bisa berkembang.

3. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya. Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.

4. Peningkatan citra koperasi. Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak disosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh ketidakjelasn dan tidak professional. Bahkan citra koperasi menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang waja bahkan sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikian. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian. Misalnya dengan menggembalikan tingkat kepercayaan masyarakat kepada koperasi agar mau bekerja sama atau membeli dikoperasi.

5. Penyaluran Aspirasi Koperasi. Koperasi acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk kepentingan pemerintah itu sendiri. Itu juga karena koperasi sendiri juga telalu menggantungkan diri pada pemerintah. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdegar kiprahnya. Dilihat dari jumlh dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai kepentingannya. Padahal aspirasi bisa digunakan sebagai wahana pendekatan untuk melakukan pengembangan kemampuan bahkan mengembangkan hubungan internasional.

6. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbiki ekonomi. Maksud kebutuhan kolektif disini adalah kebutuhan bersama masing – masing anggota. Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk mempebaiki diri, meningkatkan kesejahteraannya atau mengembangkan diri secara mandiri merupakan prasyarat bagi keberaaan koperasi. Keberadaan kolektif ini bisa menjadi motivasi utama bagi pendirian koperasi sehingga masyarakat juga sadar pada kemampuan mereka sendiri untuk mengembangkan diri supaya tidak terlalu tergantung pada pemerintah.

7. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :

a) Luwes (fleksible) sesuai dengan kepentingan anggota, misalnya menyediakan kebutuhan yang sesuai dengan profesi dari anggotanya.
b) Berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggotanya dengan melayani anggotanya dengan baik tanpa melihat latar belakangnya.
c) Berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota karena dengan makin maju usaha anggotanya pun semakin bertambah
d) Biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non koperasi, karena nantinya keuntungan tersebut akan kembali keanggotanya.
Read more...