Minggu, 31 Januari 2010

| | 0 komentar


ini merupakan salah satu buku yg dilarang terbit oleh kejaksaan dengan alasan akan menimbulkan kerusuhan dimasyarakat. Saya mengetahui tentang hal ini setelah menonton Kick Andy.

Menurut saya tidak seharusnya dizaman demokrasi seperti ini melarang penerbitan buku yang memuat sejarah, kehidupan rakyat yang tertindas, dosa politik yang disembunyikan, hal -hal penting lainnya yang harusnya masyarakat bberhak tahu tetapi malah disembunyikan kebenerannya.

Bagaimana bangsa Indonesia bisa maju, kalau dinegara kita ini semuanya dikuasai oleh penguassa. Padahal kita negara yang menganut sistem demokrasi yang seharusnya kekuasaan berada ditangan rakyat.
Read more...

Kamis, 14 Januari 2010

| | 0 komentar

Serena








Serasa pengen buka ma nyobain smw yg ada d'lemarinya serena dah..bagus2 banget!!! she lucky girl..
Read more...

Rabu, 13 Januari 2010

| | 0 komentar



dukung pulau komodo buat jadi 7 keajaiban dunia yupz..biar Indonesia tambah terkenal dimata dunia..
Read more...

Senin, 11 Januari 2010

| | 0 komentar

Jenny Humprey







Ga percaya kalo dia masih 16 tahun. She's so young, but look her style.
Read more...

Minggu, 10 Januari 2010

Dampak Krisis Global pada Perbankan

| | 0 komentar

Dampak resesi ekonomi AS dan Eropa terhadap Indonesia tentunya negatif, tetapi karena net-ekspor (ekspor dikurangi impor) hanya menggerakkan sekitar 8% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia, maka dampaknya relatif kecil dibandingkan dengan negara tetangga yang ketergantungan ekspornya ke AS besar, misalnya Hong Kong, Singapura, dan Malaysia.
Seperti pada tahun 2001/2002, atau terakhir kali AS mengalami resesi, ada tiga negara di Asia yang tidak terlalu terpukul ekonominya: China, India, dan Indonesia. Ketiga negara ini memiliki penduduk yang banyak sehingga belanja masyarakatnya merupakan motor penggerak ekonomi yang kuat. Untuk ekonomi Indonesia, dampak negatif kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar 125% pada 2005 jelas lebih besar dari pada dampak resesi ekonomi AS.
Namun demikian, krisis finansial global dan lumpuhnya sistem perbankan global yang berlarut akan berdampak sangat negatif terhadap Indonesia, karena pembiayaan kegiatan investasi di Indonesia (baik oleh pengusaha dalam maupun luar negeri) akan terus menciut, penyerapan tenaga kerja melambat dan akibatnya daya beli masyarakat turun, yang akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Perbankan adalah jantung di dalam tubuh satu perekonomian. Fungsi vital perbankan, yaitu intermediasi, memiliki peran yang sama strategisnya sebagaimana jantung memompa dan mendistribusikan uang, yang merupakan darah bagi perekonomian, ke berbagai sektor yang ada (atau organ-organ lain dalam tubuh).
Hal ini yang mendasari mengapa perbankan merupakan sektor yang sangat diregulasi dan di”anak-emas”kan. Berbagai aspek yang menyangkut prinsip keberhati-hatian (prudential regulation) dan manajemen resiko (risk management) dari suatu bank kerap diatur oleh negara. Hal ini mengingat tidak berfungsinya sistem perbankan akan turut menyeret seluruh perekonomian ke kelumpuhan.
Untuk alasan ini, krisis global yang menyebabkan ambruknya beberapa institusi besar keuangan dunia tentu menyebarkan rasa was-was bagi para pengambil kebijakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Krisis merupakan ujian sampai sejauh mana ketahan perbankan domestik.
Untungnya, hingga saat ini, perbankan domestik masih mampu menunjukkan kuatnya daya tahan yang dimiliki. Berbeda dengan krisis 1997/1998, perbankan nasional tidak serta merta menjadi subyek penyebab kelumpuhan ditengah krisis, akan tetapi sebaliknya justru menjadi tumpuan untuk pemulihan dan pertumbuhan yang lebih dinamis ke depan.
Demikian pula, kinerja perbankan nasional sepanjang 2008 yang diukur dari beberapa indikator fundamental menunjukkan prestasi yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari peningkatan dana masyarakat yang berhasil dihimpun (DPK) dan jumlah kredit yang diberikan serta proporsi LDR (Loans to deposit ratio) yang terus meningkat sepanjang tahun. Begitu juga, kinerja perbankan yang membaik juga dapat terlihat dari kinerja NII (Net Interest Income) atau pendapatan bunga yang meningkat, serta menurunnya kinerja kredit macet (NPL-Non Performing Loan) yang seharusnya sangat rentan terjadi di saat resesi seperti ini.
Secara ringkas, gambaran ini mencerminkan daya tahan perbankan domestik yang cukup kuat. Namun, rembetan krisis global dan ke mungkinan instabilitas ekonomi masih terus berlangsung. Yang menjadi satu ancaman akut bagi kinerja perbankan. Sehingga, prinsip kehatihatian dan strategi yang tepat untuk mampu survive perlu terus diterapkan oleh setiap pengelola bank dan bank sentral dalam fungsi pengawasan, untuk menghindari institusi keuangan terjerambab dalam jurang kebankrutan.
Dalam hal ini, satu hal spesifik dimana perbankan tanah air harus meningkatkan kewaspadaannya adalah tingginya share kredit perbankan yang berada di sekitor industri (20,7 persen) dan perdagangan (19,9 persen) ––dua sektor yang sedang mengalami ujian berat akibat krisis global yang berkepanjangan. Tingginya pangsa kredit di dua sektor tersebut tentu sangat merisaukan kinerja perbankan, ditengah-tengah menurunnya pendapatan nasional dan kinerja ekspor. Sehingga, jika kinerja industri domestik mengalami penurunan dalam beberapa bulan ke depan, maka bisa dipastikan sektor perbankan akan meng alami penurunan profit dan peningkatan NPL.
Sementara hal lainnya adalah segmentasi pasar perbankan, yang saat ini sudah tampak terjadi dan bila terus berlanjut akan beramifikasi pada ketatnya likuiditas. Hal ini pada gilirannya akan menekan suku bunga komersial untuk tetap tinggi, yang akan berimbas negatif pada pengucuran kredit pada sektor riil.
Sementara, dalam konteks yang lebih fundamental ada dua hal lain yang juga harus diwaspadai oleh sektor perbankan. Hal tersebut adalah: Pertama, kewaspadaan dalam memaknai kemajuan teknologi dalam operasionalisasi perbankan; dan Kedua, kewaspadaan dalam merespon globalisasi keuangan.
Peningkatan dua kewaspadaan tersebut harus menjadi prioritas regulasi BI karena pada akhirnya, kewaspadaan tersebut akan mempertegas fungsi vital sektor perbankan “fungsi intermediasi”. Di sisi lain, lenturnya kewaspadaan terhadap dua hal tersebut akan semakin menggerus fungsi intermediasi seiring meningkatnya euphoria tingginya kredit konsumsi dan tingginya investasi dalam instrumen pasar keuangan.
Read more...

Kamis, 07 Januari 2010

Hambatan Koperasi

| | 0 komentar

Banyaknya masalah yang menghambat perkembangan koperasi di Indonesia menjadi problematik yang secara umum masih dihadapi. Pencapaian misi mulia koperasi pada umumnya masih jauh dan idealisme semula. Koperasi yang seharusnya mempunyai amanah luhur, yaitu membantu pemerintah untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial, belum dapat menjalani peranannya secara maksimal. Membangun koperasi menuju kepada peranan dan kedudukannya yang diharapkan merupakan hai yang sangat sulit, walau bukan merupakan hal yang tidak mungkin.

Pengelolaan koperasi yang kurang efektif dan efisien, baik dari segi organisasi, manajemen, maupun keuangan, menjadi salah satu kendala berkembangnya koperasi. Hal itu disebabkan masih rendahnya tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang terlibat di lembaga ekonomi tersebut.

1.Sumber Daya Manusia (SDM)
Banyak kenyataan yang mengungkapkan bahwa SDM yang ikut terlibat didalamnya baik sebagai anggota, pengurus, maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak professional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagaimana usaha lainnya

Dari sisi keanggotaan, seringkali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas sehingga pelaksanaan koperasi juga tidak sepenuh hati.

Pengelola yang ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari kalangan yang kurang professional. Seringkali pengelola yang diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha melainkan dari orang – orang yang kurang bahkan tidak mempunyai pekerjaan

Pengurus yang dipilih dalam Rapat Anggota (RA) sering kali dipilih berdasarkan status social dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.

2. Keuangan
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi keuangan badan usaha tersebut. Sering kali kendala modal yang dimiiki menjadi perkembangan koperasi terhambat. Kendala modal itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dari dalam atau bahkan sebalikna terlalu tergantungnya modal dari sumber koperasi itu sendiri.

Sebaliknya ketika terlalu menggatungkan modal dari luar sering kali biaya yang menjadi beban kegiatan koperasi itu menjadi lebih besar dari tingkat pengendalian sehingga dari segi keuangan malah semakin memberatkan.

3.Rendahnya Etos Kerja Personal Koperasi
Rendahnya etos kerja ini selain berkaitan dengan rendahnya kualitas SDM juga bisa di sebabkan karena kurang adanya rangsangan untuk meningkatkan gairah kerja para personel yang terlibat dalam kegiatan koperasi sendiri. Secara organisasi anggota koperasi hanya punya andil dalam pengumpulan modal baik itu dari simpanan pokok, simpanan wajib atau simpanan lainnya.

Sisa Hasil Usaha (SHU) diperoleh dari laba bersih yang dihasilkan dari kegiatan koperasi. SHU ini selanjutnya akan dipotong dana cadangan yang telah ditetapkan dalam rapat anggota untk kepentingan ekspansi kegiatan usaha koperasi. SHU yang telah di kurangi tadi selanjutnya kan dibagikan kepada para anggota berdasarkan modal yang disetorkan.

4.Kurang Bisa Mengoptimalkan Penggunaan Teknologi Informasi (TI)
Karena kita memasuki era globalisasi maka sewajarnya untuk mengoptimalkan penggunaan Teknologi. Sebab tidak menutup kemungkinan yang akan bersaing di Indonesia adalah perusahaan – perusahaan besar yang dihasilkan dengan UMKM. Sedangkan UMKM Di Indonesia seringkali menggunakan teknologi turun menurun yang tidak berkembang sehingga penting sekali untuk memanfaatkan TI baik untuk kepentingan pengembangan produk maupun pemasarannya.

Minimnya penguasaan teknologi yang berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha, sehingga kurang memiliki daya saing akibatnya menjadi kendala bagi koperasi.

Penyebab lain, tingkat kesadaran anggota akan hak dan kewajiban masih tampak rendah, akibatnya dukungan terhadap perkembangan koperasi juga menjadi tidak optimal. Belum lagi kurangnya kesadaran, pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap badan usaha koperasi sehingga kepercayaan, partisipasi dan dukungan mereka dalam membangun koperasi tercermin masih rendah.

Kita sebagai masyarakat Indonesia harus terus berusaha melakukan hal-hal yang dapat menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang kondusif, bersih dan transparan yang memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam pembangunan nasional dalam tatanan ekonomi pasar dalam percaturan perekonomian global karena pengusaha Indonesia yang tangguh akan menciptakan perekonomian Indonesia yang tangguh pula.
Read more...