Rabu, 09 Juni 2010

Perlindungan Konsumen

| | 1 komentar

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang No.8 thn 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu pengertian yang terdapat dalam UU No.8 thn 1999 adalah pengertian konsumen berdasarkan konsumen akhir.

A. Kepentingan-kepentingan konsumen
Dalam bab IV (pelita keenam), kebijakan pembangunan lima tahun keenam cukup banyak menyuarakan kepentingan yang ada kaitannya dengan konsumen, misalnya berikut ini :
1. Menghasilkan barang yang bermutu , peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan .
2. Peningkatan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan .
3. Persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, dan serasi dengan lingkungan .
4. Perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan hidup .
5. Terjangkau oleh daya beli masyarakat luas .
6. Harga yang layak dan terjangkau oleh daya beli masyarakat banyak .
7. Sisem transportasi tertib, lancer, aman, dan nyaman .
8. Menumbuhkan kompetisi yang sehat .
9. Peningkatan kesadaran hukum, kepastian hukum, perlindungan hukum, dan pelayanaan hukum .

B. Hak-hak dan kewajiban konsumen
Konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi oleh produsen atau pelaku usaha, hak-hak tersebut sebagai berikut :
1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang .
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan barang atau jasa .
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau jasa .
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakannya .
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut .
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen .
7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaiman mestinya .
8. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan lainnya .

Dipihak lain, konsumen juga dibebankan dengan kewajiban atau tanggung jawab terhadap pihak penjual tau pelaku usaha, dimana kewajiban konsumen meliputi :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan konsumen .
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa .
3. Membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati bersama .
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut .

C. Hak dan kewajiban pelaku usaha
Daam UU No.8 Tahun 1999 diperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pelaku usaha . Pelaku usaha juga memiliki hak-hak yang harus dihargai dan dihormati oleh konsumen, pemerintah serta masyarakat pada umumnya. Hal ini sejalan dengan asas-asas perlindungan konsumen yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengn kesepakatan .
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan konsumen yang tidah beritika dbaik .
3. Hak untuk pemulihan nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperjualbelikan .
4. Hak untuk melakukan pembelaan diri dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen .
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan lainnya .
Kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen berupa pemenuhan kewajiban berikut ini :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya .
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa .
3. Melayani konsumen secara tidak diskriminasi .
4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku .
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang tertentu serta memberikan jaminan atau garansi barang yang diperdagangkan .
6. Memberikan ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan barang yang diperdagangkan .
7. Memberi kompensasi ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan barang atau jasa yang diperdagangkan.
8. Memberi kompensasi ganti rugi apabila baran dn jasa yang diterim tidak sesuai denga perjanjian.

D. Tahapan transaksi konsumen
Melihat dari butir-butir hak dan kewajiban konsumen maupun pengusaha, terdapat beberapa tahapan transaksi antara produsen dan konsumen yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Pratransaksi Konsumen
2. Tahap Transaksi Konsumen
3. Tahap Purnatransaksi Konsumen

E. Asas-asas perlindungan konsumen
1. Asas manfaat
2. Asas keadilan
3. Asas keseimbangan
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
5. Asas kepastian hukum

F. Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen
Menurut A.Z. Nasution definisi hukum konsumen ialah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen ialah bagian dari hukum konsumen yang mengatur asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Lebih jauh, pengertian perlindungan konsumen dapat kita jumpai dalam pasal 1 butir 1 UU No. 8 Tahun 1999, yang merumuskan perlinungan konsumen ialah segala upaya yang menjamin danya kepastin hukum untuk member perlindungan kepada konsumen. Konsumen itu sendiri ialah setiap orang yang memakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

G. Perlindungan konsumen di luar UU No.8 tahun 1999
Sesungguhnya UU No. 8 Tahun 1990 bukanlah satu-satunya undang-undang yang melindungi kepentinagn konsumen, walaupun memeang undang-undang itu dibuat untuk melindungi konsumen, namun sesungguhnya pelaku usahapun dapat mengambil manfaat positif karena adanya kepastian hukum, dimana hak dan kewajiban konsumen maupun pelaku usaha terakomodasi dalam undang-undang tersebut secara jelas. Pembuatan undang-undang telah mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang memperhatikan kepentingan konsumen.

H. Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa
Sesuai dengan resolusi 2111(LX111) tentang perlindunagn konsumen dan hasil siding ke 63 Ecosoc pada tahun 1977, Resolusi tentang perlindungan konsumen (Res.PBB No. 39/248)
1. Perbuatan-perbuatan yang tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan.
2. Praktik perdagangan yang merugikan konsumen.
3. Pertanggungjawaban produsen yang tidak jelas.
4. Persaingan tidak seaht, sehingga pilihan konsumen dipersempit dan dengan harga yang menjadi tidak murah.
5. Tidak tersedianya suku cadang dan pelayanan purnajurnal.
6. Kontrak baku sepihak dan penghilangan hak-hk esensial dari konsumen.
7. Persyaratan kredit yang tidak adil.

I. Hukum perlindungan konsumen di beberapa Negara
Amerika Serikat telah memberikan spirit terhadap perlindungan konsumen. Sebagaiman ditegaskan oleh Presiden J.F Kenendy pada tahun 1962 di depan siding kongres, bahwa konsumen memiliki 4 hak dasar, yaitu :
1. Hak untuk memilih
2. Hak atas informasi
3. Hak atas keselmatan
4. Hak untuk didengar
Perlindungan konsumen di AS mengenal adanya “pelaku usaha harus menghentikan kegiatan usahanya apabila ditemukan adanya praktik pelanggaran hukum”. Selain itu FTC juga memiliki satu kewenangan lagi yaitu “Suatu perjanjian antara TFC dengan perusahaan tidak akan mengulangi perbuatan tertentu, misalnya mempublikasikan iklan”.
Ada 3 undang-undang antitrust federal di Amerika, yaitu :
1. Sherman Act
2. The Clayton Act
3. Federal Trade Commision Act

J. Periode untuk memutuskan
Dinegara maju seperti AS , Eropa, Australia, Inggris, serta Belanda teah mengatur perlindungan konsumen terhadap sales penjualan door to door . Pemerintah memnetapkan penagturan bahwa konsumen diberi tenggang waktu untuk berfikir, menimbang-nimbang apakah akan membeli atau tidak terhadap tawaran suatu barang atau jasa
Read more...

Hukum Perjanjian

| | 0 komentar

Pengertian perjanjian menurut kitab undang – undang Hukum Perdata yang berbunyi yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Suatu Standar Kontrak harus berisi :
a. nama dan tanda tangan pihak – pihak yang membuat kontrak
b. subjek dan jangka waktu kontrak
c. lingkup kontrak
d. dasar – dasar pelaksanaan kontrak
e. kewajiban dan tanggung jawab
f. pembatalan kontrak

Macam – macam perjanjian :
1. Perjanjian dengan Cuma – Cuma dan perjanjian dengan beban
2. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
3. Perjanjian konsensuil, formal dan rill
4. Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran

Syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 kitab undang – undang hokum perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi 4 syarat yaitu :
1. sepakat untuk mengikatkan diri
2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. suatu hal tertentu
4. sebab yang hal

Saat lahirnya perjanjian :
a. kesempatan penarikan kembali penawaran
b. penetuan resiko
c. saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
d. menentukan tempat terjadinya perjanjian

Pembatalan perjanjian
Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
a. adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki
b. pihak pertam melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
c. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
d. Terlibat hukum
e. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
Read more...

Hak Kekayaan Intelektual

| | 0 komentar

HAKI atau juga disebut hak kekayaan intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual' mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.

prinsipnya HAKI merupakan suatu hak kekayaan yang berada dalam ruang lingkup kehidupan manusia di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra, sehingga pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya dan tentu harus berwujud. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi secara hukum dari ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial atau nilai ekonomi yang telah dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut.

Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
(1) Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;
(2) Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik;
(3) Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.

Kekayaan intelektual (Intelectual property) meliputi dua hal, yaitu :
1. Industrial property right (hak kekayaan industri), berkaitan dengan invensi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industri, terdiri dari :
a. paten
b. merek
c. desain industri
d. rahasia dagang
e. desain tata letak terpadu

2. Copyright (hak cipta), memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan seperti film, lukisan, novel, program komputer, tarian, lagu, dsb.

Dasar Hukum
•Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
•Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
•Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
•Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
•Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
•Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
•Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
•Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty



Ruang lingkup HAKI :
1. Hak Cipta
2. Paten
3. Merek
4. Desain Industri
5. Rahasia Dagang

1. Hak Cipta
adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Dikatakan hak khusus atau sering juga disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta dan tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta.

Hak khusus meliputi :
a. hak untuk mengumumkan;
b. hak untuk memperbanyak.

UU yang mengatur Hak Cipta :
 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
 UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
 UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
 UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

2. Paten
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (UU 14 tahun 2001, pasal 1, ayat 1).

Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
a. Proses;
b. Hasil produksi;
c. Penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. Penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.

Pengaturan Paten diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 atau Undang-Undang Paten (UUP) saja.

Pemberian Paten
Penemuan diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses pengajuan permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia di Jakarta).

Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
b. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
c. Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.

3. Merk Dagang (Trademark)
Tanda yang berupa gambar, nama,kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yangmemiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

Pengaturan Merek diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 atau dapat juga disingkat Undang-Undang Merek (UUM).

Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 Undang-Undang Merek yaitu :
a. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c. Tanda yang telah menjadi milik umum.
d. Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.

4. Desain industri
Seni terapan di mana estetika dan usability (kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan. Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun.

5. Rahasia Dagang
Informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.

Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.
Read more...

Wajib Daftar Perusahaan

| | 0 komentar

Kewajiban Pendaftarannya
a. Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
b. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
c. Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
d. Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).

Ketentuan Umum Wajib Daftar Perusahaan
Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :
a. Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan;
Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
b. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
c. Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan;
Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
d. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
e. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.

Dasar Pertimbangan Wajib Daftar Perusahaan
a. Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia,
b. Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha,
c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Tujuan dan Sifat
Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
· Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
1.)Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
2.) Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
3.) Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
4.) Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.
Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).

Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
a. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
b. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
1. di tempat kedudukan kantor perusahaan;
2. di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
3. di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).
Read more...

Antimonopoli dan Persaingan Usaha

| | 0 komentar

Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.

C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger
Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan
– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat singkat, dalam satu kalimat saja.

D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
Read more...

Selasa, 08 Juni 2010

Hukum Dagang

| | 0 komentar

A. PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan.
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.

B. SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-undang dagang (KUHD) atau Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K)
b. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.

C. KETENTUAN-KETENTUAN HUTANG DAGANG
1. Hubungan hukum antara produsen satu sama lain, produsen dengan konsumen yang meliputi antara lain : pembelian dan penjualan serta pembuatan perjanjian.
2. Pemberian perantara antara mereka yang terdapat dalam tugas-tugas makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
3. Hubungan hukum yang terdapat dalam :
a. Bentuk-bentuk asosiasi perdagangan seperti perseroan terbatas (PT=NV), perseroan firma (VOF)
b. Pengakuan di darat, laut dan di udara serta pertanggungan atau asuransi yang berhubungan dengan pengangkutan dan jaminan keamanan dan resiko pada umumnya.
c. Penggunaan surat-surat niaga

D. SEJARAH HUKUM DAGANG
Pembagian hukum privat sipil ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal yang disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut hanya diatur dalam KUHD itu.

Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi adalah :
a. Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD tapi diatur dalam KUHS.
b. Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.

E. HUBUNGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

F. HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA
Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

G. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
1. Membuat pembukuan
2. Mendaftarkan perusahaannya

H. BENTUK-BENTUK BADAN USAHA
Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.
Sementara itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :

1. Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta terbagi dalam 3 bentuk perusahaan swasta :
A. Perusahaan Swasta Nasional
B. Perusahaan Swasta Asing
C. Perusahaan Patungan / campuran

2. Perusahaan Negara
Perusahaan disebut dengan BUMN, yang terdiri menjadi 3 bentuk ;
A. Perusahaan Jawatan
B. Perusahaan Umum
C. Perusahaan Perseroan

a. Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
4. yayasan tidak mempunyai anggota
b. Pembubaran yayasan
Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
Read more...

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

| | 0 komentar

Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya

Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
2. Enquiry (penyelidikan)
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.

Sistem Alternatif Yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.

b). Sistem Minitrial
Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).

c). Sistem Concilition
Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.

d). Sistem Adjudication
Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.
Secara harafiah, pengertian "ajuddication" adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision)..
Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.

e). Sistem Arbitrase

Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.
Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, bolehdikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).
Read more...

Sabtu, 05 Juni 2010

Referensi

| | 0 komentar

Jurnal pengkajian koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun I - 2006 yang berjudul “ PENGKAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING USAHA KECIL MENENGAH YANG BERBASIS PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL “ yang di dapat dari Penelitian yang dilaksanakan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2005 (diringkas oleh Togap Tambunan dan Paruhuman Nasution) dimana dalam penelitiannya mengungkapkan persepsi stakeholders mengenai peningkatan daya saing UKM berbasis pengembangan ekonomi lokal, lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah : Sumatera Utara, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan, Kalimantan Selatan yang diteliti oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000. Upaya peningkatan daya saing UKM pada tingkat Menteri tercermin dari Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM No. 71/Kep/Meneg/VII/2000 tentang Pedoman Kelembagaan UKM dengan sasaran menghasilkan Koperasi dan UKM melalui pengembangan komoditas unggulan.

Efisiensi UKM yang berada di dalam sentra relatif lebih tinggi dibanding yang diluar sentra. Namun UKM diluar sentra menggunakan tenaga kerja lebih rasional dibandinkan UKM di dalam sentra. Penggunaan tenaga kerja di dalam sentra cenderung telah jenuh, sehingga penambahannya dapat mengurangi produktivitaas dari sentra UKM tersebut.

Mengacu hasil analisis faktor – faktor tersebut, hampir seluruh faktor produksi telah jenuh (elastisitas nol atau negatif), maka inovasi dan teknologi menjadi kunci bagi pengembangan sentra UKM pada masa mendatang.

REFERENSI

DAFTAR PUSTAKA

Andadari, Roos K.1998. Isu Peluang Bisnis Dinamika Krisis. Dalam : Kekuatan Kolektif Sebagai strategi Mempercepat Pemberdayaan Usaha Kecil. Hasil Konferensi Nasional Usaha Kecil II. 7-8 Oktober 1998. Edy Priyono, dkk. Center for Economic and Sosial Studies The Asia Foundation. Jakarta.

Anonim 2001. Report Bantuan Teknis bagi Penguatan UKM Republik Indonesia, Proyek Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah : Praktek Terbaik Dalam Menciptakan Suatu Lingkuangan Yang kondusif Bagi UKM, Asian Development Bank-GFA Manajement-Swisscontact Services. Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM.

Blakely, J.Edward 1989. Planning Local Economic Development: Theory and Practice SAGE Publication, Inc California.

Chotim, Erna Ermawati. 1998. Isu Pelayanan Birokrasi. Dalam: Kekuatan Kolektif Sebagai Strategi Mempercepat Pemberdayaan Usaha Kecil. Hasil Konferensi Nasional Usaha kecil II. 7-8 Oktober 1998. Edy Priyono, dkk. Center for Economic and Sosial Studies The Asia Foundation. Jakarta.

CIDES. 1997. Undang – undang Pesaingan Suatu Upaya Mendukung Persaingan Sehat. Center for Information and Development Stusies dan Kondrad Adenauer Stiftung. Jakarta.

Irwan, Alexander. 1998. Isu jaringan bisnis. Dalam: Kekuatan Kolektif Sebagai Strategi mempercepat Pemberdayaan Usaha Kecil. Hasil Konferensi Nasional Usaha kecil II. 7-8 Oktober 1998. Edy Priyono, dkk. Center for Economic and Sosial Studies The Asia Foundation. Jakarta.

Kartajaya, Hermawan. 2002. Markplus on Strategi. Gramedia. Jakarta.

Masngudi. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pembinaan Usaha Menengah dan Kecil secara berkesinambungan. Dalam INFOKOP No. 14 Tahun 1995 Perkreditan dan Pembangunan Koperasi Serta Usaha Kecil.

Rustiana Frida. 1996. Globalisasi: Masihkah Ekonomi Rakyat Boleh Berharap? Dalam Prosiding Dialog Nasional dan Lokakarya: Pengembangan Ekonomi Rakyat Dalam Era Globalisasi: Masalah, Peluang dan Strategi Praktis. Editor: Frida Rustiana. Yayasan AKATIG dan YAPIKA. Bandung. 303 halaman.

Soetrisno, Noer. Nilai Dasar Koperasi Dalam Perspektif Perkembangan Global. Infokop nomor 11, tahun IX Mei 1992.

----.1998. Kebijakan Makro Pemberdayaan Usaha Kecil. Dalam: Usaha Kecil Indonesia, Tantangan Krisis dan Globalisasi. Kerjasama The Asia Foundation, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Pehimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. Center for Economic and Sosial Studies. Jakarta.

Tamabunan, Mangara. 1998. Pilihan Instrumen Kebijakan Makro Ekonomi Untuk Pengembanagn Usaha Kecil Indonesia. Dalam: Usaha Kecil Indonesia, Tantangan Krisis dan Globalisasi.

Shujiro, Urata. 2000. Policy Recommendation: Outline of Tentattive Policy Rcomemmedation for SME Promotion in Indonesia. Publikasi JICA 17 M
Read more...