Pajak adalah salah satu pilar penting perekonomian. Tanpa pajak, negara tidak mampu membiayai pembangunan, pemerintahan juga mustahil bisa menggaji pegawai dan menyejahterakan masyarakat. Karena itu, pemerintah harus sangat serius dan tegas untuk menindak pengemplang pajak.
Tetapi, faktanya pemerintah kerap gagal menghadapi para pengemplang pajak. Munculnya kembali kasus dugaan pengemplang pajak usaha Bakrie menambah bukti empiris betapa sulitnya bertindak tegas terhadap wajib pajak ukuran besar. Yang cenderung terjadi adalah pemerintah justru lebih banyak bersikap longgar terhadap mereka.
Menurut Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, sektor – sektor usaha yang mengemplang pajak paling besar yaitu terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian. Nilai tunggakan sektor pertambangan dan penggalian mencapai Rp 2,92 triliun. Angka tersebut berasal dari lima perusahaan. Kemudian diikuti bidang usaha real estate, perusahaan, dan jasa perusahaan. Di sektor ini ada tujuh perusahaan yang menunggak pajak sebanyak Rp 2,44 triliun.
Berikut adalah 10 daftar penunggak pajak terbesar, yaitu Pertamina (Surat Paksa), Karaha Bodas Company LLC (Penyanderaan), Industri Pulp Lestari (Blokir Rekening), BPPN (Surat Paksa), Kalimanis Plywood Industries (Penyitaan), Bakri Investindo (Surat Paksa), Bentala Kartika Abadi (Surat Paksa), Daya Guna Samudra Tbk (Pelelangan), Kaltim Prima Coal (Surat Paksa), dan Merpati Nusantara Airlines (Surat Paksa).
Salah satunya yaitu PT. Kaltim Prima Coal (KPC) milik Grup Bakrie menunggak pajak sebesar 1,5 triliun.
Kasus ini sebenarnya telah muncul tahun lalu terkait dengan surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2007. Namun, pemerintah tidak tegas menyelesaikan kasus itu sehingga kini muncul kembali dengan spektrum persoalan yang lebih kompleks. Karena, urusan pajak itu dikait – kaitkan dengan kasus Bank Century, yaitu ditengarai mempengaruhi sikap Golkar yang kini dipimpin Aburizal Bakrie.
Maka, muncullah spekulasi bahwa ada ternyata ada perseteruan yang keras antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie. Sebuah perseteruan yang dosebut – sebut menyulut adanya kehendak kuat untuk mengusir Sri Mulyani dari kabinet.
Seharusnya, duduk pekaranya harus segera dikembalikan. Pengemplang pajak adalah urusan hukum. Pihak berwajib semestinya bertindak tanpa kompromi.
Dalam kasus dugaan pengemplangan pajak Grup Bakrie, pemerintah seharusnya lebih berani. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, telah menolak gugatan praperadilan PT. Kaltim Prima Coal yang memerkarakan Ditjen Pajak. Itu seharusnya menjadi kesempatan pemerintah untuk memulai sikap lebih tegas, lebih keras, dan lebih adil.
Jangan sampai pemerintah dinilai diskriminatif terhadap wajib pajak. Wajib pajak skala kecil dan perorangan dikejar – kejar, sementara wajib pajak skala besar yang nakal dibiarkan.
Karena itu, jangan sampai kasus ini dipetieskan seperti tahun lalu. Jangan pula menjadi alat transaksional bagi penyelesaian kasus Century.
Read more...
Tetapi, faktanya pemerintah kerap gagal menghadapi para pengemplang pajak. Munculnya kembali kasus dugaan pengemplang pajak usaha Bakrie menambah bukti empiris betapa sulitnya bertindak tegas terhadap wajib pajak ukuran besar. Yang cenderung terjadi adalah pemerintah justru lebih banyak bersikap longgar terhadap mereka.
Menurut Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, sektor – sektor usaha yang mengemplang pajak paling besar yaitu terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian. Nilai tunggakan sektor pertambangan dan penggalian mencapai Rp 2,92 triliun. Angka tersebut berasal dari lima perusahaan. Kemudian diikuti bidang usaha real estate, perusahaan, dan jasa perusahaan. Di sektor ini ada tujuh perusahaan yang menunggak pajak sebanyak Rp 2,44 triliun.
Berikut adalah 10 daftar penunggak pajak terbesar, yaitu Pertamina (Surat Paksa), Karaha Bodas Company LLC (Penyanderaan), Industri Pulp Lestari (Blokir Rekening), BPPN (Surat Paksa), Kalimanis Plywood Industries (Penyitaan), Bakri Investindo (Surat Paksa), Bentala Kartika Abadi (Surat Paksa), Daya Guna Samudra Tbk (Pelelangan), Kaltim Prima Coal (Surat Paksa), dan Merpati Nusantara Airlines (Surat Paksa).
Salah satunya yaitu PT. Kaltim Prima Coal (KPC) milik Grup Bakrie menunggak pajak sebesar 1,5 triliun.
Kasus ini sebenarnya telah muncul tahun lalu terkait dengan surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2007. Namun, pemerintah tidak tegas menyelesaikan kasus itu sehingga kini muncul kembali dengan spektrum persoalan yang lebih kompleks. Karena, urusan pajak itu dikait – kaitkan dengan kasus Bank Century, yaitu ditengarai mempengaruhi sikap Golkar yang kini dipimpin Aburizal Bakrie.
Maka, muncullah spekulasi bahwa ada ternyata ada perseteruan yang keras antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie. Sebuah perseteruan yang dosebut – sebut menyulut adanya kehendak kuat untuk mengusir Sri Mulyani dari kabinet.
Seharusnya, duduk pekaranya harus segera dikembalikan. Pengemplang pajak adalah urusan hukum. Pihak berwajib semestinya bertindak tanpa kompromi.
Dalam kasus dugaan pengemplangan pajak Grup Bakrie, pemerintah seharusnya lebih berani. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, telah menolak gugatan praperadilan PT. Kaltim Prima Coal yang memerkarakan Ditjen Pajak. Itu seharusnya menjadi kesempatan pemerintah untuk memulai sikap lebih tegas, lebih keras, dan lebih adil.
Jangan sampai pemerintah dinilai diskriminatif terhadap wajib pajak. Wajib pajak skala kecil dan perorangan dikejar – kejar, sementara wajib pajak skala besar yang nakal dibiarkan.
Karena itu, jangan sampai kasus ini dipetieskan seperti tahun lalu. Jangan pula menjadi alat transaksional bagi penyelesaian kasus Century.